Empat Pulau Jadi Milik Sumatra Utara, Pemerintah Aceh: Status Kepemilikan Harusnya Mengacu Kesepakatan 1992

BANDA ACEH – Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Aceh, Syakir mengatakan seharusnya Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengacu terhadap kesepakatan bersama antara gubernur Aceh dan Sumatra Utara pada 1992 terkait penetapan status kepemilikan empat pulau di Aceh Singkil.
Tanggapan itu disampaikan Syakir, merespon alasan disampaikan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal Zakaria Ali, Rabu, 11 Juni 2025 bahwa batas wilayah darat menjadi patokan pengambilan keputusan penetapan status kepemilikan empat pulau tersebut, karena wilayah laut antara Aceh dan Sumatra Utara belum ditentukan hingga saat ini.
“Harusnya ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Sumut pada 1992, bahkan sampai saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur itu merubah garis batas laut tersebut,” kata Syakir, Kamis, 12 Juni 2025.
Syakir menyebutkan jika mengacu pada perspektif geografis benar adanya empat pulau itu lebih dekat dengan Tapanuli Tengah. Namun, karena ada kesepakatan 1992 antar dua gubernur, disaksikan Mendagri Rudini pada waktu itu, maka kesepakatan keduanya menjadi acuan dalam penegasan batas laut sekaligus kepemilikan empat pulau tersebut.
“Dengan pernyataan Kemendagri itu semestinya jangan ditetapkan dulu empat pulau tersebut karena masih ada sengketa,” ujarnya.
Syakir mengingatkan Permendagri 141 Tahun 2017 tentang penegasan batas daerah, pada Pasal 3 ayat (2) huruf f, disebutkan dokumen penegasan batas daerah antara lain kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat Pemerintah Daerah yang berbatasan.
Dalam lampiran Permendagri itu juga diterangkan, tahapan penegasan batas daerah di laut melalui pengecekan di lapangan dilakukan dengan mengumpulkan semua dokumen terkait dengan penentuan batas daerah di laut seperti peta dasar dan dokumen lain yang disepakati para pihak.
Kemudian, kata dia, dilakukan pelacakan batas dengan pemasangan Titik Acuan berupa Pilar atau langsung didirikan Pilar Batas Permanen di Titik Acuan. Lalu dilakukan pemasangan pilar di Titik Acuan.
“Perintah regulasi itu sudah jauh hari dilakukan Aceh dan Sumut berdasarkan kesepakatan bersama di 2002 antara Tim Penegasan Batas Daerah Aceh dan Sumut,” tambahnya.
Syakir mengingatkan, terkait kesepakatan batas darat sudah pernah dijelaskan dalam surat Gubernur Aceh 4 Juli 2022. Surat ini tanggapan terhadap Surat Gubernur Sumatra Utara dengan nomor 125/6614 terkait kepemilikan empat pulau.
Disampaikan di dalam surat bahwa dalam penegasan batas daerah antara Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dengan Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara) pada tahun 2019, berdasarkan Berita Acara Verifikasi Batas Daerah antara Kabupaten Aceh Singkil di Aceh dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara Nomor 02/BA-VER/BAD.1/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 dan Berita Acara Rapat Nomor 04/BAD I/IX/2019 tanggal 17 September 2019.
Selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2020, hanya membahas dan menetapkan batas daerah di darat antara kedua kabupaten dan provinsi, karena berdasarkan penjelasan Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat pada waktu itu, penegasan batas di laut dilaksanakan secara terpisah termasuk penentuan kepemilikan pulau.
Dalam Surat Gubernur Aceh tertanggal 4 Juli 2022 tersebut juga sudah disampaikan, terkait kronologis pelaksanaan pembakuan nama rupabumi tahun 2008 dilakukan secara terpisah antara Sumatra Utara dengan Aceh, yakni:
- Pembakuan nama-nama pulau Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 14-16 Mei 2008 di Medan, telah memasukkan keempat pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang, dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
- Pembakuan nama-nama pulau Aceh pada tanggal 20-22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tidak mengizinkan Tim Pemerintah Aceh untuk memasukkan empat pulau tersebut dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan alasan telah dimasukkan terlebih dahulu oleh Provinsi Sumatera Utara dan pulau tersebut disengketakan kepemilikannya oleh Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya, juga terjadi kekeliruan dalam konfirmasi Gubernur Aceh, pada 2009 telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan revisi terhadap koordinat empat pulau melalui surat nomor 136/30705 tanggal 21 Desember 2018, perihal Revisi Koordinat empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang berbatasan dengan Sumatera Utara.
Sehingga Berita Acara Rapat Kementerian/Lembaga pada tanggal 30 November 2017, tidak relevan lagi dijadikan acuan dalam penyelesaian sengketa empat pulau tersebut, apalagi rapat dilakukan sepihak tanpa melibatkan Pemerintah Aceh.
“Harusnya, ditetapkan dulu pagar rumah, otomatis rumah berada dalam wilayah. Nah, Kemendagri sebaliknya, yang dilakukan penetapan rumah dulu, padahal pagar dan halaman milik Aceh berdasarkan kesepakatan 1992,” pungkas Syakir memberi perumpamaan.***
Leave a Reply